melaty imil: GARA-GARA HOROR!

background

Selasa, 23 Oktober 2012

0

GARA-GARA HOROR!



Oleh  : Melati Sukmaningtyas/16/IX A

            Dua tahun lalu, saat aku duduk di kelas tujuh, aku mengalami peristiwa yang membuatku trauma hingga sekarang. Peristiwa itu terjadi pada waktu Hari Senin, aku masih mengingatnya karena hari itu adalah hari pertama aku menjadi petugas upacara. Aku pulang sekolah sekitar pukul 15.20 WIB. Sesampai dirumah, aku meletakkan tasku dan duduk di ranjang depan TV, kebetulan adikku sedang menonton TV. Aku pun duduk disampingnya dan ikut menikmati menonton TV meskipun masih memakai seragam. Saat acara TV yang kami tonton sedang iklan, adikku memindah channel dan tak sengaja sekilas terlihat film horror. Lalu aku bilang pada adikku untuk melihat film horror saja. Dan adikku pun mengiyakan. Sebenarnya adikku tidak mau, karena ia sangat takut dengan hal-hal yang berkaitan dengan horror. Walaupun aku juga sangat takut, tapi aku ingin mencobanya. Aku memaksa adikku untuk memilih channel film horror tersebut. Akhirnya adikku menyetujuinya, tetapi dengan catatan jika nantinya aku tidak boleh pergi.
            “Eh dek, itu tadi film horror bukan e? Kok kayaknya iya?“ tanyaku kepada adikku.
            “Yang mana? Ini po?(sambil memindah channel film horror tersebut)” jawab adikku.
            “Nah iya! Lihat itu aja!” seruku.
            “Aaa gak mau! Aku takut!” jawab adikku dengan seru pula.
            “Alah gapapa to! Coba aja. Aku pengen lihat.” kataku.
            “Tapi nanti kamu nggak boleh pergi lho! Walaupun nanti nakutin banget, kamu juga nggak boleh pergi. Awas kamu kalo nyampe pergi!” ancam adikku.
            “Okee.” Jawabku santai.
            Kami melihatnya dengan penuh antusias sambil saling menggenggam tangan dan gemeteran. Karena terus terang saja, itu adalah pertama kalinya aku berani melihat film horor hanya berdua dengan adikku. Saat suasananya sangat mencekam, tiba-tiba justru iklan. Itu membuatku sangat lega tetapi juga jengkel.
            Tak lama kemudian film horornya mulai. Aku mulai antusias kembali. Dan, tiba-tiba hantunya bangun dan sangat mengerikan. Aku pun sangat panik dan berusaha untuk lari. Namun, karena aku masih berseragam menggunakan rok panjang, sehingga sangat sulit untuk bergerak. Saking terburu-burunya, akibatnya aku terjatuh ke lantai dan apa yang terjadi? Klekk! Suara itu sampai membuat ku kaget karena terdengar keras. Aku bangun dengan tertatih-tatih karena kesakitan, saat itu tangan kiriku terasa sangat sakit dan sulit digerakkan. Aku menduga jika tanganku patah. Hal itu membuat adikku spontan memukul pipiku. Dia menyarankan padaku untuk berkata yang baik, karena menurutnya ucapan adalah do’a.
            “Aduh…aduh…sakit buk! Aduh..ah… tanganku patah buk.” Cetusku.
            “Heh! Kamu tu jangan ngomong gitu! Nanti beneran!” seru adikku.
            Rasanya makin nggak karuan. Ibuku yang melihat raut wajahku kesakitan, menyuruhku untuk menggerakkan jari tanganku. Aku sempat sedikit lega karena jari tanganku bisa bergerak.
            “Coba digerakkin jarinya.” suruh ibuku.
            “ehm..iya… Eh bisa!” seruku senang.
            Tetapi tiba-tiba terasa ngilu. Ibuku melihat tanganku yang sedikit aneh. Kemudian, Ibuku membuka lengan bajuku, dan saat aku melihat tanganku rasa senangku hilang seketika. Aku sangat kaget dan tidak percaya, tanganku patah sehingga terlihat bengkok seperti sabit. Ibuku pun juga terkejut, wajahnya memerah.
            “Ha??? Kok kayak gini tanganku? Ibu gimana ini?” tanyaku ketakutan.
            “Ibu juga nggak tahu, kenapa jadi kayak gini.” Jawab ibuku cemas.
            Kebetulan, budheku sedang berada di rumahku. Secepat mungkin, ibuku melarikan aku ke rumah sakit terdekat, yaitu RS At-Taurots. Sampai disana di rontgen, ternyata tanganku tak hanya patah, ada beberapa tulang yang menjadi kepingan kecil. Dokter menyarankan untuk beroperasi. Ibuku langsung menelfon ayahku memberitahu keadaanku. Dengan segera ayahku datang. Ayahku tidak setuju jika aku dioperasi di RS At-Taurots. Ayahku langsung memindahkanku ke RS Panti Rapih.
            “Wah kalo operasi sekalian di Panti Rapih aja.” kata ayahku.
            Kami pun segera berangkat, tetapi sebelumnya aku ganti celana dan berpamitan dengan kakek nenekku. Tiba disana, saat turun dari mobil, sudah ada petugas yang mempersilahkanku untuk duduk di kursi roda yang telah disediakan dan membawaku ke ruangan pemeriksaan. Karena dokternya sedang menangani pasien, aku harus sabar untuk menunggu. Selang sebentar, Pak Dokter memeriksa keadaanku. Beliau mengatakan jika Beliau akan mencoba menggunakan cara di gip meskipun patah.
            “Saya akan mencobanya untuk di gip, karena usianya masih bisa dibilang usia anak-anak, maka cepat untuk pertumbuhannya, sehingga ada kemungkinan tangan bisa pulih dengan cara ini. Tetapi, jika anak ini merasa kesakitan saat digip, satu-satunya jalan adalah operasi. Karena rasa sakit itu pertanda bahwa ada tulang yang menusuk daging.” Jelas Pak Dokter.
            “Ya…tidak apa-apa, lakukan yang terbaik.” Jawab ayahku dengan penuh harapan.
            Sebelum digip, ayahku mengajakku jalan-jalan dan membeli donat. Bahkan pada saat itu, ingin buang air kecil rasanya susah sekali.
            Sekitar pukul 20.30 WIB, aku mulai digip. Alhasil, aku tidak merasa kesakitan sehingga aku tidak perlu operasi, tetapi harus hati-hati dalam melakukan pekerjaan. Aku pulang ke rumah sekitar pukul 22.00 WIB, di rumah aku sudah disambut dengan banyak saudaraku. Karena sudah malam, aku pun tidur. Tidurku sangat tidak nyenyak. Berulang kali aku terjaga. Paginya aku tidak berangkat sekolah. Tak disangka, teman-temanku datang ke rumahku untuk menjengukku. Aku sangat bahagia. Tiga hari kemudian, aku berangkat sekolah. Bisa bertemu dengan teman-teman kembali, itu sudah lebih dari cukup.  Mereka sangat setia dan baik hati, bahkan mereka rela membawakan barang-barangku. Hatiku terenyuh melihat perlakuan mereka. Teman memang sangat berarti.
            Dua bulan sudah aku menjalani kehidupan sehari-hariku dengan satu tangan digendong. Tak kukira, aku mampu melakukannya dengan hati yang riang. Saat gipku ingin dilepas, aku justru tidak tega, karena di gip tersebut tertera tanda tangan, tulisan., berbagai lukisan teman-temanku. Ingin kujadikan gip itu sebagai kenang-kenangan, tetapi sudah lebih dulu dibuang oleh susternya.
            Dan hingga kini, aku masih trauma untuk menonton film horor, aku tidak mau kejadian serupa akan terulang kembali. Efek sampingnya masih terasa hingga sekarang, saat udara dingin, saat membawa barang yang cukup berat dan saat kecapekan, tanganku akan terasa sangat ngilu, seakan-akan seperti patah lagi.
            Mengingat masa-masa itu membuatku terharu, begitu pentingnya orang-orang disekitarku. Tak kukira, begitu sayangnya mereka kepadaku. Kejadian itu memberiku banyak pelajaran seperti, sehabis pulang sekolah segeralah berganti pakaian, jangan terburu-buru melakukan sesuatu, dan berpikir matang tentang apa yang akan kita lakukan. Peristiwa ini tidak akan pernah kulupakan.

0 komentar:

Posting Komentar